Selasa, 01 Maret 2016

Raksasa baikhati

Setiap NBL Indonesia diadakan di Surabaya saya selalu menyempatkan diri untuk menonton setiap tahunnya. Ini menginjak tahun ketiga NBL Indonesia diselenggarakan. Seperti biasa saya selalu menonton pertandingan basket NBL Indonesia di DBL Arena. Mendatangi pertandingan tersebut bagi saya adalah sarana melepas penat dari kesibukan kampus.

Basket salah satu cabang yang bisa menjadi hobi atau profesi atau bahkan keduanya. Basket waktu kecil saya hanya mengetahui Michael Jordan. Michael Jordan pemain legendaris yang belum ada gantinya hingga kini. Kelegendarisan kiprah Michael Jordan diawali dengan sesuatu yang tidak mulus, dimana Michael Jordan sewaktu SMP hanyalah pemain cadangan mati atau benchwarmer. Dari sang penghangat bangku cadangan itu dia menjelma jadi Dewa Basket.

Di Indonesia keluar banyak nama pemain basket hebat seperti, Denny Sumargo, Rony Gunawan, Kelly Purwanto dan sebagainya. Waktu menonton mereka bermain satu-satunya yang dipikiran saya hanya ya mereka hebat. Mereka tidak terkalahkan di posisinya masing-masing. Sampai akhirnya saya fokus melihat salah seorang pemain NBL Indonesia yang benar- benar bisa menjadi inspirasi, dia adalah Max Yanto.

Max Yanto saya tahu waktu dia menjadi center di Muba. Waktu itu Max Yanto merupakan salah satu pemain IBL(sebelum berganti nama menjadi NBL Indonesia) mengikuti Slam Dunk Contest, meskipun tidak menang. Memang dia tidak menang karena performance yang kurang kreatif dan greget. Yang perlu disadari dia bisa melakukan one-handed-dunk hampir tanpa lompat. Dia memang bukan Isman Thoyib(center Dell Aspac) ataupun Amin Prihantono(SG Indonesia Warior). Bisa dibilang Max Yanto adalah ikon basket Indonesia.


Max Yanto waktu melawan Bimasakti
Waktu saya menyaksikan pertandingan antara NSH GMC melawan Bimasakti, saya merasa ada yang aneh dengan headband Max Yanto. Max Yanto memakainya melingkar melewati setiap telinganya. Kesan pertama saya melihat Max Yanto bermain adalah kasian, dia berlari seperti kepayahan dan kebingungan. Tentu saja penampilan seperti itu akan mengundang hinaan dari penonton. Seiring dengan berjalannya pertandingan hinaan tersebut berubah menjadi pujian.

Meskipun NSH GMC menelan kekalahan 49-79, tetapi Max Yanto berhasil melampaui rekor tertinggi selama karirnya di NBL Indonesia yaitu 26 poin. Poin tertinggi Max Yanto adalah 23 poin waktu menghadapi Aspac. Max Yanto dengan postur super tinggi bagai raksasa mampu melakukan offensive defensive rebound tanpa melakukan lompat. Raihan 26 poin yang diperoleh Max Yanto itu semua dia peroleh dengan easy-basket dan free throw.

Sebut saja Max Yanto adalah Indonesian Shaq. Selain tinggi badan yang tidak kalah jauh dengan Shaq, Max Yanto mampu melakukan free throw jauh lebih bagus dari Shaquille O'Neal. Ketika diwawancarai mengapa Max Yanto tidak mampu berlari, melompat, dan tidak memiliki dasar sebagus Shaq, dengan rendah hati dia mengakuinya. Shaquille O'Neal sudah bermain basket sejak SMP sedangkan Max Yanto baru 7 tahun yang lalu.

Ini baru pemain hebat, ini baru inspirasi. Seringkali saya lihat Max Yanto yang kecewa melihat wasit yang tidak jeli melihat foul yang harusnya dia dapatkan, tetapi Max Yanto hanya pasrah dan tetap berlari dengan sisa tenaga. Max Yanto, menurut saya pemain yang selalu memperhatikan permainannya berdasarkan staminanya. Hal ini menjadikan permainan Max Yanto selalu efisien dan efektif.

Semoga Max Yanto mampu dianugerahi MVP di season 2013 ini. Berkembanglah Max, Kejutkanlah Dunia Basket Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar